Kamis, 22 Desember 2016

pengukuran kebisingan



I. Pengukuran Kebisingan

Undang-undang Lingkungan hidup RI No. 23 Tahun 1997 mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuknya zat-zat pencemar ke dalam lingkungan, sehingga kualitas lingkungan menjadi turun. Polutan yang dimaksud di atas bukan hanya zat-zat material saja, tapi juga bisa bersifat non-materi, seperti energi. Salah satu polutan dalam bentuk energi  itu adalah energi suara yang menghasilkan kebisingan di lingkungan.
Berbagai jenis sumber kebisingan terdapat di lingkungan, dimana tiap jenisnya memerlukan metoda pengukuran yang berbeda pula. Tulisan ini mencoba menjelaskan bentuk-bentuk kebisingan yang ada di lingkungan, beserta metoda pengukuran dan penilaiannya.

1.Pengertian Kebisingan     
Suara adalah energi mekanis dari suatu getaran yang menjalar secara siklus seri dari pemampatan dan peregangan molekul yang dilewatinya. Suara dapat diteruskan oleh gas, zat cair dan benda padat. Jumlah pemampatan dan peregangan molekul dari medium yang dilewatinya tiap detik disebut frekuensi suara yang diukur dalam satuan Hertz (Hz). Manusia hanya dapat mendengar suara yang frekuensinya berada antara 16 sampai 20.000 Hz (Suratmo,1988:98).Frekuensi suara diterima oleh pendengar menggambarkan pola-pola suara. Bagi manusia, ternyata frekuensi tinggi lebih mengganggu daripada frekuensi rendah (De, 1994:345).
Jika getaran sumber bunyi terjadi di udara, maka pemampatan dan peregangan molekul-molekul udara akan memberikan tekanan kepada selaput gendang telinga, sehingga manusia mendengar bunyi tersebut. Dengan demikian parameter kedua adalah tekanan bunyi, yang diukur dalam Newton per meter bujur sangkar (NM~2). Parameter lainnya adalah intensitas bunyi yang dirumuskan dengan Watt per meter bujur sangkar (WM'2). Namun kadang-kadang bunyi juga dinyatakan dalam kekuatan bunyi (loudness), yang merupakan ukuran yang bersifat subjektif perseorangan, karenanya tidak dapat diukur dengan satu alat ukur yang pasti (De, 1994:346).
Dalam hubungan dengan kebisingan lingkungan, parameter yang paling penting adalah tekanan suara. Namun tekanan suara ini tidak praktis dapat dipakai sebagai satuan dari gangguan kebisingan (Suratmo, 1988:98) karena:
a.  Kekuatan suara mempunyai kisaran yang sangat besar, yaitu mulai dari 0,0002 µPa yaitu ambang pendengaran sampai 100 Pa. yaitu ambang batas rasa sakit. 
b. Telinga manusia tidak memberi respon yang linear terhadap kenaikan tekanan suara tersebut.

Oleh sebab itu sebagai ukuran untuk kebisingan dilakukan perbandingan logaritma antara tekanan suara sesungguhnya dengan tekanan referensi. Hasil perbandingan ini disebut sebagai decibel (dB). Sebagai tekanan referensi adalah tekanan pada ambang batas pendengaran manusia yaitu 0,0002 µPa.
Dengan demikian tingkat tekanan suara (sound pressure level = SPL) dirumuskan sebagai berikut:

 SPL= 201og 10 (P/Po)

Keterangan:   SPL = Sound pressure level
 P    = Tekanan suara Pa
Po   = Tekanan referensi (0,0002µPa)

Mengingat tingkat kebisingan yang umumnya terjadi pada frekuensi tengah, yaitu frekuensi yang mendekati frekuensi percakapan sehari-hari (1000 Hz), juga telinga manusia tidak memberikan reaksi pada frekuensi rendah dan tinggi, maka perlu dilakukan pembobotan untuk frekuensi rendah dan tinggi terhadap frekuensi tengah. Hasil pembobotan tingkat tekanan suara ini pada tingkat kebisingan yang umum terjadi, disebut A-Weighted dalam satuan dBA. Hasil inilah yang disebut dengan tingkat kebisingan dan diukur dengan Sound Level Meter. Pengaruh frekuensi terhadap kebisingan dapat dilihat pada grafik berikut:

Dari grafik di atas terlihat telingan manusia hanya sensitive terhadap kebisingan dengan frekuensi  menengah sekitar 1 KHz , dan kurang sensitive pada frekuensi tinggi dan frekuensi sangat rendah.

2.Kebisingan Lingkungan
Tingkat kebisingan di suatu tempat yang ditimbulkan oleh suatu sumber kebisingan dapat diduga berdasarkan bentuk dari sumber, besarnya kebisingan dari sumber dan jarak dari sumber (Suratmo, 1998:100). Bentuk sumber kebisingan dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu sumber kebisingan yang berbentuk sebagai suatu titik dan sumber kebisingan yang berbentuk sebagai suatu garis.
Kebisingan yang keluar dari suatu sumber berbentuk titik akan menyebar melalui udara dengan kecepatan 330 m/detik dengan penyebaran yang berbentuk bola atau lingkaran. Intensitas kebisingan yang diterima dari tempat-tempat tertentu akan berbeda berdasarRan jarak dari sumber, karena penyebaran kebisingan akan berkurang apabila tersebar ke daerah yang makin luas. Gejala tersebut disebut pula sebagai geometric attenuation of sound yang mengikuti rumus sebagai berikut:

Tingkat suara 1 - tingkat suara 2 = SPL = 201og 10 (R/Ro)

Tingkat suara di tempat nomor 1 dikurangi suara di tempat nomor 2 sama dengan 20 kali log dari hasil bagi diameternya. Hal ini berarti pula bahwa setiap jarak menjadi dua kali, tingkat suara akan berkurang 6 dBA (Rossing, 1981:79). Rumus ini juga disebut sebagai inverse square law. Rumus ini berlaku misalnya untuk suara dari pembangkit tenaga listrik yang tak bergerak di tempat yang terbuka.
Untuk sumber suara yang berbentuk sebagai garis, misalnya kebisingan yang timbul karena kebisingan-kebisingan yang bergerak dijalan, maka bentuk penyebaran suaranya berbentuk silinder memanjang. Dugaan dampak kebisingannya mengikuti rumus sebagai berikut:

Tingkat suara 1 - tingkat suara 2 = l0 log (R2/R1)

Hasil perhitungan rumus menghasilkan tingkat kebisingan akan berkurang 3 dBA apabila jaraknya menjadi dua kali (MPCA, 2000:12).

            Jika pada suatu daerah terdapat beberapa sumber bunyi, maka tingkat kebisingannya menurut Yunasril (1997:8) dihitung dengan menggunakan cara-cara berikut:

             Ptot =   Pl +  P2  + .....+  Pn 

Dimana ;
Ptot = tekanan total dari beberpa sumber
Pl = tekanan oleh sumber pertama
P2 = tekanan oleh sumber kedua   
Pn = tekanan oleh sumber ke n

Berdasarkan Ptot ini maka untuk tingkat tekanan bunyi (SPL) dari berbagai sumber dapat ditentukan sebagai berikut:

SPL = 10 log (10+ 10  + ...... + 10 )

Sebagai contoh sederhana, ada tiga buah sumber suara yang masing-masingnya 90 dBA, 80 dBA dan 70 dBA, maka resultante tingkat kebisingan adalah:
            L = 10 log (10+ 10  + 10 )
               = 10 log (10+ 10 + 10)
               = 10 log (111. 10)
               = 90,45 dBA
Untuk sumber bunyi banyak, dapat juga dilakukan dengan penjumlahan dimulai dari  yang nilainya paling rendah sampai tertinggi secara berurutan. Contohnya, jika masing-masing sumber bunyi adalah 70 dBA, 79 dBA, 80 dBA, 82 dBA, 85 dBA, 96 dBA, 96 dBA dan 100 dBA, maka resultante kebisingan adalah :

  70
            79,5
  79                  82,8
  80                              85,4
  82                                          88,2
  85                                                      96,7
  96                                                                  100,2
  98                                                                              103,2
100

Bising terkecil adalah 70 dBA ditambah dengan kedua terkecil 79 dBA menghasilkan 79,5 dBA. Angka terakhir ini ditambahkan dengan ke tiga terkecil 80 dBA menghasilkan 82,8 dBA dan seterusnya sehingga diperoleh hasil akhir 103,2 dBA.
Tapi jika hanya ada dua sumber perhitungan lebih mudah dengan menggunakan tabel seperti dibawah ini.
1). Ukur tingkat kebisingan tiap-tiap sumber (Ll, L2).
2). Kurangkan tingkat kebisingan tertinggi dengan terendah (L2 - Ll).
3).Tentukan perbedaan tersebut pada sumbu horizontal dan nilainya (L) pada sumbu vertikal pada kurva berikut.  
4). Tambahkan nilai ini ke nilai tingkat kebisingan terbesar (L2 + L).

Dari  kurva di  atas terlihat  bahwa  total tingkat kebisingan yang disebabkan oleh dua sumber Ll = 51 dB dan L2 = 55 dB adalah 56.4 dB. Nilai-nilai perbedaan (L) antara tingkat kebisingan ini   jika di buat dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Koefisien Nilai L pada penjumlah Kebisingan


             Perbedaan dBA                                Nilai L (dBA)

0                                                                                                                    3.0
1                                                                                                                    2.6
2                                                                                                                    2.1
3                                                                                                                    1.8
4                                                                                                                    1.5
5                                                                                                                    1.2
6                                                                                                                    1.0
7                                                                                                                    0.8
8                                                                                                                    0.6
9                                                                                                                    0.5
10                                                                                                                0.4
11                                                                                                                0.3
12                                                                                                                0.2
13                                                                                                                0.1


3.Pengurangan kebisingan
            Pada pengukuran kebisingan, kadang-kadang perlu diketahui tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh sumber saja, tanpa pengaruh dari kebisingan latar belakang (backgraund noise). Untuk mengetahuinya dilakukan dengan cara mengurangkan background noise dari total kebisingan dengan menggunakan persamaan berikut:

            L  = 10 log (10  -  10 )

Jika  L yang diperoleh lebih kecil dari 3 dB, maka background berarti terlalu besar pengaruhnya terhadap ketepatan pengukuran, sebaliknya jika  perbedaan yang diperoleh lebih besar dari 10 dB, maka background boleh diabaikan. Contoh pengurangan kebisingan sebagai berikut:




4.Mengukur Kebisingan
            Kebisingan lingkungan yang terjadi adalah sangat berfluktuasi tergantung kepada jenis sumbernya dapat berupa kebisingan sesaat seperti dekat pelabuhan udara atau kontiniu dekat jalan raya. Guna mengukur beberapa macam kebisingan ini dilakukan dengan metoda-metoda tersendiri.
1. Kebisingan sesaat
            Untuk daerah yang sumbernya berasal dari sumber-sumber tunggal (single event) yang berdurasi pendek, menurut Cavanough (1998) ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan yaitu:
  1. Level Maksimum (Lm)
Level maksimum adalah puncak kebisingan yang terjadi pada suatu titik sample pada suatu daerah.
  1. Percentile Sound Level (Lx)
Level percentile adalah tingkat kebisingan sejumlah X persen dari rentang waktu pengukuran. Untuk melihat besarnya gangguan sumber tarhadap lingkungan ada dua level yang perlu diukur yaitu L10 dan L90. L10 adalah tingkat kebisingan yang dicapai sebanyak 10% dari sample selama rentang  waktu pengukuran. Sedangkan L90 adalah tingkat kebisingan yang dicapai sebanyak 90% sample pada rentang pengukuran. L10 menggambarkan tingkat gangguan yang khas untuk masing-masing sumber  (Typically intrusive). Sementara itu L90 adalah mengindikasikan tingkat kebisingan latar belakang (background noise). Perbedaan antara L10 dan L90 adalah indikasi daroi pwerubahan tingkat kebisingan (noise variability) pada suatu tempat. Semakin besar perbedaan antara L10 dan L90 berarti semakin basar gangguan sumber terhadap lingkungan.

Untuk melakukan pengukuran tingkat kebisingan di kawasan pelabuhan udara dan jalur penerbangannya, berdasarkan kepada
prosedur  manual   pengukuran   Non  - Impulsive     Noise    yang
direkomendasikan MPCA (2000: 4) sebagai berikut:
a.  Mengkalibrasi alat sebelum pengukuran
b.  Menyediakan format pengukuran
Pengukuran tingkat kebisingan berdasarkan kepada metoda pengukuran kebisingan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Surat Keputusan No.48/1996 Lampiran I (Bapedal, 1997:7) yang menyatakan pengukuran dilakukan selama 10 (sepuluh) menit dengan pembacaan setiap 5 (lima) detik.

c.  Pengukuran tidak dilakukan dalam keadaan melawan angin dan saat hujan, karena akan mempengaruhi tingkat kebisingan latar belakang
d.  Temperatur, kelembaban dan tekanan udara
e.  Pengukuran   dilakukan   paling   kurang   tiga   kaki   (0,91   m)   dari permukaan tanah dan jauh dari dinding penghambat, baik alami maupun buatan.
f.   Kebisingan iatar belakang (background noise) paling kurang 10 dBA
lebih rendah dari sumber.
g.  Pengukuran dilakukan secara serentak dengan beberapa buah Sound Level Meter.

Hasil pengukuran yang telah dicatat pada format pengukuran selanjutnya dianalisa untuk menentukan tingkat kebisingan maksimum (Lm), tingkat kebisingan persentil (L10) dan tingkat kebisingan latar belakang (background noise = L90) untuk masing-masing titik sampel. Tingkat kebisingan maksimum (Lm) dapat langsung dilihat pada format pengukuran, yaitu titik paling atas pada masing-masing lembar format. Untuk tingkat kebisingan persentil (L10) dan tingkat kebisingan latar belakang (L90) terlebih dahulu dilakukan tabulasi data dan dihitung frekuensi kumulatifnya. Menurut Cavanough (1998:5) dan Rosssing (1981:559) bahwa L10 adalah tingkat kebisingan yang dicapai sebanyak 10 % dari rentang waktu pengukuran dan L90 adalah tingkat kebisingan yang dicapai sebanyak 90 % dari rentang waktu pengukuran.
5. Kebisingan Kontiniu
Tingkat kebisingan kontiniu (Equivalent continous noise level =Leq) menurut panduan yang diterbitkan Departemen Kesehatan RI (Depkes,1993:27) di hitung dengan persamaan berikut:

Leq = 10 log [1/N Σ  ni 10 ] dBA

Dimana ;
N = jumlah SPL yang terukur
Li = SPL yang ke i
Sebagai contoh hasil pengukuran kebisingan lalulintas yang diukur pada suatu titik dari jam 10.05 - 11.10 dalam interval waktu 5 detik, yang hasilnya dimasukkan ke dalam tabel  adalah sebagai berikut.


L4 = 77.5 dBA                       n4 = 8
L3 = 72.5 dBA                       n3 = 20
L2 = 67.5 dBA                       n2 = 21
L1 = 62.5 dBA                       n1 = 8
L0 = 52.5 dBA                       n0 = 3
Leq = 10 log ( 1/60 Σ ni )
       =  77.74 dBA      


Untuk pengukuran tingkat kebisingan siang malam menurut Wilson (1989:28) maka pengukuran dilakukan tiap 10 menit. Langkah yang dilakukan adalah;
1). Mengukur tingkat kebisingan tiap jam (Lij) sebagai berikut;

Lij = 10 log 1/6 Σ 10 

Dimana Lij = Leq pada  pada interval antara jam i dan j
  Lk = Tingkat kebisingan yang ke k
2). Setelah menghitung semua nilai Lij, selanjutnya dihitung tingkat kebisingan siang hari saja, antara jam 07.00 - 22.00 WIB dengan persamaan berikut;

LeqS = 10 log 1/15 Σ 10

3). Kemudian dihitung tingkat kebisingan malam hari saja, antara jam 22.00 - 07.00 WIB dengan penambahan nilai 10 untuk tiap nilai Le guna koreksi terhadap penurunan background noise di malam hari.

LeqM = 10 log 1/9 Σ 10  

4). Menghitung tingkat kebisingan Siang-Malam dengan persamaan:

LeqSM = 10 log [ 1/24 { 15 x 10 + 9 x 10 ]

5). Masing-masing tingkat kebisingan ini di bandingkan dengan ambang batas yang diizinkan untuk masing-masing zona atau peruntukkan lingkungan.

6). Guna mengetahui keterkaitan antara jumlah kendaraan bermotor untuk masing-masing jenis dengan tingkat kebisingan digunakan regresi linier (Sahlubis, 1998:27) sebagai berikut:


Yi = b  + b   + b  + b + e



Keterangan:      
Yi          = Tingkat kebisingan pengamatan ke-i
Bo         =  Intersep
b1 ,b2   ,b3        =  Koefisien masing-masing jenis kendaraan
X1i   ,X2i ,X3i  =  Jumlah dan kategori kendaraan ke-i
          e  =  faktor galat pengamatan


2.Dampak Kebisingan

Sumber kebisingan dapat pula dikelompokan menjadi kebisingan interior yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga dan mesin-mesin gedung, serta kebisingan ekstrior yang berasal dari lalulintas, transportasi dan industri.
Dari faktor volume, jelas bahwa suara yang makin keras akan dirasakan makin mengganggu. Tetapi persepsi tentang kebisingan tidak selalu identik dengan tinggi rendahnya tingkat tekanan suara. Kalau suara bising itu dapat diperkirakan datangnya atau berbunyi secara teratur, kesan gangguan yang ditimbulkannya akan lebih kecil daripada jika suara itu datang tiba-tiba atau tidak teratur. Suara AC atau kipas angin, misalnya, jika berbunyi terus-menerus tidak dirasakan sebagai bising. Bahkan mesin kapal bagi seorang masinis kapal sudah dianggap tidak bising lagi karena keteraturannya. Akan tetapi, jika suara-suara itu tiba-tiba berhenti dan tiba-tiba berbunyi lagi secara tak beraturan, akan timbul kesan bising. Demikian pula jika sebuah suara keras (misalnya ledakan atau jeritan anak-anak) terdengar tanpa diperkirakan sebelumnya, akan timbul kesan bising.
      Lain halnya jika suara itu bisa kita kendalikan sendiri. Faktor pengendalian erat hubungannya dengan faktor perkiraan. Jika kita membunyikan kaset musik rock atau memasang gergaji mesin, kita sendiri tidak merasa bising karena kita bisa mengatur sekehendak hati kita kapan benda-benda itu akan dibunyikan dan kapan akan dihentikan. Namun, buat tetangga kita yang tidak bisa langsung mengendalikan suara-suara itu, bunyi itu akan dianggap sebagai bising.
Tidak adanya kendali pada kebisingan ini menimbulkan stress yang jika berlangsung lama pada akhirnya bisa menimbulkan reaksi learned helplessness (ketidakberdayaan yang dipelajari). Artinya, orang menjadi tidak berdaya dan membiarkan saja bising itu walaupun stressnya bertambah besar.
            Tentunya dengan memperhatikan ketiga faktor itu, ada berbagai macam kombinasi kebisingan. Ada suara keras tetapi bisa diperkirakan dan bisa dikontrol, ada suara tidak keras tetapi tiba-tiba dan tidak bisa dikontrol, dan sebagainya. Akan tetapi, yang paling menggangu adalah yang keras tiba-tiba atau tak teratur dan tak terkontrol.
     Dampak dari kebisingan pertama kali tentunya akan menggangu alat pendengaran. Gangguan ini bisa bersifat sementara maupun permanen. Akibat kebisingan terhadap kesehatan fisik secara umum dapat meningkatkan tekanan darah, gangguan pencernaan, dan sebagainya, sedangkan terhadap kesehatan mental dapat menimbulkan sakit kepala, rasa mual, bahkan impotensia seksual (Cohen, 1977 dan Miller, 1974 dalam Fisher at el, 1984 : 115).
Dampak lain dari kebisingan adalah terhadap prestasi kerja. Berdasarkan hukum Yerkes dan Dodson dapat dijelaskan bahwa peningkatan kebisingan pada jenis tugas yang sederhana bisa meningkatkan prestasi kerja, tetapi makin majemuk sifat tugas itu, makin besar kecenderungannya bahwa prestasi kerja justru akan menurun. Hasil penelitian ternyata mendukung teori ini (Glass & Singer, 1972 dalam Fisher et al, 1984 : 107).
Dalam hal tingkah laku sosial, Matthews, Cannon, dan Alexander (1974) menemukan bahwa dilingkungan yang bising, jarak personal space lebih lebar daripada ditempat yang tidak bising. Apple dan Lintell (1972) mendapatkan dari penelitianannya bahwa hubungan informal antar tetangga makin berkurang jika suara bising lalu lintas di sekitar tempat pemukiman meningkat, selain itu kebisingan dapat meningkatkan agresivitas manusia.
Bermacam cara dapat dilakukan untuk mengeliminasi atau mereduksi kebisingan dengan efektif baik di dalam maupun di luar rumah. Doelle (1993) menjelaskan beberapa usaha yang dapat dilakukan yaitu;
a.Penekanan bising di sumbernya.
Tindakan pengendalian bising yang paling ekonomis adalah menekan bising tepat di sumbernya dengan memilih mesin-mesin dan peralatan yang relatif tenang dan dengan menggunakan metode kerja yang tingkat kebisingannya paling rendah. Dapat pula dilakukan penyungkupan dengan bahan-bahan penyerap bunyi terhadap mesin-mesin yang bising
b.Perencanaan kota
Karena pertumbuhan transportasi darat dan udara yang cepat, bising telah menjadi suatu factor lingkungan yang sangat penting di kota-kota dan bukan mustahil nantinya di pedesaan.Untuk itu, dalam rangka perencanaan kota dilakukan antara lain;
1). Dengan mengikuti cara-cara perencanaan kota dan penataan masyarakat dengan suatu pemikiran pengurangan kebisingan dalam derajat yang diinginkan.
2). Dengan membentuk peraturan penetapan daerah (zoning) yang membatasi tingkat bising maksimum, terutama pada pemukiman penduduk.
3). Membangkitkan kesadaran masyarakat tentang pengaruh dan pengendalian kebisingan.
4). Menggunakan jalur hijau sebagai penyerap bunyi dan penghalang lainnya.
a.      Perencanaan tempat
Jika sumber kebisingan telah ada, maka adalah sukar untuk menghi-langkannya. Karena itu penting untuk gedung-gedung yang membutuhkan lingkungan bunyi yang tenang seperti sekolah, rumah sakit, ditempatkan pada daerah yang tenang, jauh dari jalan raya, industri dan pelabuhan udara.
b.      Menggunakan bahan penyerap.
Kebisingan dalam ruangan yang disebabkan oleh bunyi langsung dan bunyi pantul. Untuk mereduksi bunyi pantul dilakukan penyerapan. Tingkat reduksi oleh bahan penyerap adalah ;

Reduksi tingkat bising (dB) = 10 log A1/A2

Dimana A1 dan A2 adalah nilai total penyerapan bunyi dalam ruangan meter persegi masing-masing sebelum dan sesudah diberi lapisan penyerap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar